Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio. Foto: Medcom.id/Kautsar Widya Prabowo.
Jakarta: Penolakan Mahkamah Agung (MA) terhadap sejumlah pasal di Peraturan Kementerian Perhubungan Nomor PM 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor tidak Dalam Trayek dianggap merugikan konsumen. Salah satunya, kewajiban taksi daring memakai tanda khusus berupa stiker dalam Pasal 27 ayat (1) huruf d.
"Tandanya hanya pelat nomor. Kalau kayak saya yang punya anak perempuan, tidak kasih (naik) karena tandanya apa," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagio di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Jumat, 14 Agustus 2018.
Menurut dia, negara-negara lainya seperti di Eropa rata-rata telah memiliki tanda untuk menandakan taksi daring dengan kendaraan pribadi. "Standarnya, di 14 negara itu stiker wajib bagi taksi online itu sebagai tanda. Ada di Islandia, Inggris, Jepang, Singapura, Jerman, ada di pintu kiri, kanan," tambah dia.
Agus pun heran atas keputusan MA untuk mencabut 14 pasal yang ada dalam peraturan ini. "Saya tidak tahu karena ada perlindungan konsumen yang hilang. Jadi, tidak ada tanda kalau itu taksi," imbuh dia.
Baca: Sopir dan Pengembang Taksi Daring Dipertemukan
Di sisi lain, mau tidak mau pemerintah harus segera menyusun kembali draf-draf yang tidak merugikan, baik konsumen, pengemudi, dan perusahaan aplikasi. Pasalnya, regulasi dibutuhkan untuk meminimalisasi kondisi yang tidak diingkan.
"Biar bagaimanpun tetap dicari peraturannya, kalau enggak dia (tranportasi daring) jadi liar. Sebuah pelayan publik harus ada aturannya," pungkas Agus.
(OGI)
No comments:
Post a Comment